Sebuah Surat: Kisah di Rumah Sakit

 

Sebuah Surat: Kisah di Rumah Sakit

 

Di sudut ruangan bernomor 305, di mana aroma antiseptik dan keheningan menjadi melodi harian, Ibu Tanti duduk termangu. Jendela kamarnya https://www.mgriyahotel.com/  menawarkan pemandangan samar kota yang ramai, namun matanya hanya terpaku pada selembar kertas lusuh di tangannya. Itu adalah surat, tulisan tangan putranya, Rio, yang kini bertugas jauh sebagai pelaut. Surat itu tiba tiga hari lalu, namun Ibu Tanti baru berani membacanya sepenuhnya hari ini.


 

Kedatangan yang Tak Terduga

 

Ibu Tanti sudah dirawat di Rumah Sakit Medika selama seminggu. Awalnya hanya demam biasa, namun dokter mendiagnosis adanya komplikasi yang memerlukan observasi ketat. Rio, anak semata wayangnya, menelepon setiap hari, suaranya dipenuhi rasa khawatir dan sesal karena tidak bisa mendampingi. “Maafkan Rio, Bu,” selalu ia ucapkan.

Saat surat itu tiba, diantar oleh kurir dan diserahkan oleh perawat, ada getaran aneh di dada Ibu Tanti. Bukan getaran sakit, melainkan campuran rindu dan kecemasan. Rio jarang menulis surat, ia lebih suka menelepon. Ketika Ibu Tanti membuka amplopnya perlahan, yang pertama ia lihat bukanlah deretan kata, melainkan sebuah gambar sederhana: sketsa kapal di lautan bergelombang.


 

Isi Hati Seorang Anak

 

Rio menulis dengan gaya yang lugas, namun penuh makna. Ia bercerita tentang kerasnya badai di Selat Malaka, tentang kerinduannya pada masakan Ibu Tanti, dan tentang janjinya untuk segera pulang setelah kontraknya selesai.

“Bu,” demikian bunyi salah satu kalimat, “setiap kali Rio melihat bintang di atas kapal, Rio selalu ingat cerita Ibu tentang bintang jatuh yang mengabulkan harapan. Harapan Rio cuma satu, Ibu segera sehat dan kita bisa makan soto ayam lagi di rumah.”

Air mata Ibu Tanti menetes, membasahi tinta surat itu. Bukan karena sedih, melainkan haru. Di balik sosok pelaut tangguh yang ia tahu, ada hati lembut yang amat mencintainya. Rio tidak pernah secara eksplisit mengatakan “Aku mencintaimu,” namun surat ini adalah bukti yang jauh lebih kuat dari sekadar ucapan. Ia mengirimkan cinta melalui cerita tentang ombak dan janji tentang soto.


 

Kekuatan Sebuah Pesan

 

Surat itu menjadi obat yang tak tercantum dalam resep dokter. Setiap kali perawat datang untuk memberikan obat atau memeriksa tekanan darah, mereka melihat Ibu Tanti memegang surat itu, sesekali tersenyum tipis.

“Surat dari anak Ibu?” tanya perawat Nina suatu pagi, sambil mengganti infus.

“Iya, Nak. Obat paling manjur,” jawab Ibu Tanti, suaranya sedikit serak. Ia melipat surat itu dengan hati-hati dan meletakkannya di bawah bantal.

Kisah di ruang 305 bukanlah tentang penyakit yang serius atau prosedur medis yang rumit, melainkan tentang ikatan tak terputus antara seorang ibu dan anak. Sebuah surat dari samudra luas telah membawa kehangatan dan kekuatan ke dalam bilik rumah sakit yang dingin. Ibu Tanti tahu, ia harus sembuh, karena ada semangkuk soto dan seorang pelaut yang menunggu untuk kembali ke rumah.


Ia mengambil pena dan selembar kertas dari laci. Ia harus membalas. Bukan hanya dengan kata-kata, tetapi dengan kabar baik tentang pemulihan dirinya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *